PARIKESIT JUMÊNÊNG RATU
(Menyambut Pelantikan Presiden Jokowi)




Assalamu'alaikum wahai para sahabat~
Bayi kecil itu sampai tengah malam belum tertidur. Kepekaan yang 'lantip', cerdas terasah, bawaan trah ksatria, peringatkan ada sesuatu yang tidak biasa. Malam terlalu gelap dan dingin. Terlalu sepi. Bahkan jengkerik tak ber-suara. Burung hantu pun hanya diam tertegun, bertengger di dahan pohon . . .

Panah pusaka Pasopati milik Arjuna, ksatria Pandawa, yang dalam perang Baratayudha menebas leher Karna, Adipati Awangga panglima perang Astina, diletakkan di ranjang bayi, dekat kaki. Telanjang, tak dalam 'êndhong', wadah anak panah.

Sang bayi adalah Parikesit, putra Abimanyu, cucu Arjuna. Bocah yang sebelum lahir sudah menjadi yatim. Bapaknya, Raden Abimamyu, gugur dengan 'tatu arang kranjang', tubuh nyaris tak dikenal karena banyaknya luka akibat tusukan pedang, tombak, keris, bahkan pukulan gada. Dikeroyok ratusan 'wadya bala' Kurawa.

Ya. Hanya dengan mengeroyok rame2 mereka mampu kalahkan Abimanyu. Dua tiga bahkan sepuluh duapuluh, prajurit dan para pangeran Astina, tak akan bisa menandingi kesaktian ksatria kekasih para dewa ini . . .

❤❤❤

Di perbukitan tak jauh dari padang Kurusetra, Aswatama, putra Pendeta Istana Astina, Dorna, memandang dengan geram, arah arena perang itu. Senyap. Gelap. Bau bangkai para Prajurit gugur yang belum sempat dibawa, sebarkan aroma busuk sampai jauh. Bahkan di tempat tinggi dimana ia berdiri.

Kertawarma, sahabatnya, berdiri lesu di sisinya. Tak tahu berbuat apa. Memang benar Aswatama telah dilantik oleh Duryudana, raja Hastina, sebelum gugur, sebagai panglima perang 'terakhir', tapi sekarang mereka hanya bertiga, apa yang bisa dilakukan agar buat mereka berdaya ? Alih-alih berjaya . . .

Orang ketiga, Resi Krepa, terbilang paman Aswatama, duduk tepekur diatas akar pohon. Kosong pula pikirannya. Lama dia telah coba yakinkan pada Aswatama agar menyerah. Urungkan juga niat untuk tidak laku-licik. Berencana nanti akan diam2 menyerang menyergap dalam senyap membalaskan sakit hati dan dendam pada keluarga Pandawa yang sedang lelap tidur.

Bukankah bapakmu pendeta, kamu pun begitu juga. Apakah layak berlaku 'cidra', curang, dan nista. Resi Krepa bertutur pada Aswatama, yang bergeming membatu kaku . . .

😥😥😥

Aswatama menggali tanah berpasir batu, menembus jauh ke tengah taman Kadilêngên. Seputar taman itu memang terdapat kamar2 tidur keluarga Pandawa. Tak susah baginya untuk menggali dengan senyap. Kesaktiannya sebagai anak Durna bekal cukup untuk itu.

Dalam pewayangann Jawa, lakon ini disebut Aswatama 'ngLandak', karena dia menyerang licik dan ganas dengan cara buat terowongan dalam tanah, persis seperti landak . . .

😥😥😥

Korban pertama Pancawala, putra Raja Puntadewa, sulung Pandawa. Gugur dalam tidur. Disusul Drestajumena, pembunuh ayahnya. Lalu Banowati, istri Rajanya sendiri. Srikandi, Sembadra, Niken Larsati, Sulastri, para istri Arjuna pun tak ada yang luput.

Aswatama lanjut mengendap ke kamar tidur Parikesit, yang saat itu tidur dengan Drupadi, nenek-uwa-nya yang juga istri Puntadewa dan ibu-nya, Dewi Utari. Namun kali ini langkah nista Aswatama terhenti.

Saat lewat dekat Drupadi, Parikesit menangis menjerit. Seakan mengingatkan. Drupadi dan Utari terbangun, Aswatama pun meloncat undur, lebih memilih binasakan Parikesit. Bayi ini keturunan dan kesayangan Pandawa yang  digadang-gadang jadi raja Astina nanti.

Untung tak teraih, malang tak dapat ditolak, kaki Parikesit menendang, tak sengaja, panah pusaka kakek-nya, Pasopati, yang diletakkan dekat kaki untuk menjaganya. Panah terloncat, pucuk menusuk dada Aswatama. Terhuyung-huyung mundur bersimbah darah dia lalu cepat bergegas melarikan diri.

Seluruh prajurit jaga dan kerabat Pandawa tersadar serentak mengejarnya. Luka parah yang diderita sebabkan Aswatama jadi mudah terlacak dan tertangkap. Meski malam gelap dan terlindung rimbunnya pepohonan.

😥😥😥

Tak lama kemudian dia sudah jêmpalikan, jatuh bangun, dihajar Bima, ksatria bertubuh dan berkuatan raksasa, urutan kedua Pandawa. Namun tak segera menewaskan Aswatama.

Prabu Kresna, penasehat dan sepupu Pandawa saat tiba, Aswatama sudah kepayahan. Oleh titisan Wisnu ini Aswatama tidak dihukum mati, terlalu enak dan ringan bagi orang yang se-ganas dan se-licik dia. Apalagi Aswatama seorang pendeta setidaknya berdarah pendeta.

Diusir oleh Kresna dan setelah sebelumnya dikutuk keras sesuai dengan perbuatan-nya. Namun Kresna berkata itu bukan kutukan, tapi hukuman dari alam setimpal atas laku culas-nya.

Sri Kresna bersabda keluarkan kutukan-nya,
"Hai Aswatama ! Engkau akan mengembara 3000 tahun lamanya. Tanpa teman, tanpa kawan bicara. Kesepian di tengah ramai kerumunan. Tubuhmu keluarkan aroma busuk dari luka berdarah dan bernanah. Semua penyakit yang pernah menjangkiti segenap manusia, akan menimpamu pula. Karenanya, akan menjadikanmu malu. Bersembunyi dalam goa, dan rawa2 dalam hutan yang sepi. Pergi dari satu negeri ke negeri lain, mengelana mengembara tanpa henti . . ."

😥😥😥

Banyak orang Jawa yang menyamakan Jokowi, presiden RI sekarang dan yang akan dilantik untuk kedua kali tanggal 20 Oktober 2019, dengan Prabu Parikesit. Ndak tau kenapa.

Pada Parikesit menurun semua kedigdayaan dan perilaku para Pandawa. Dari Puntadewa ia peroleh kejujuran dan kesederhanaan. Bima kekuatan dan ke'makrifat'an. Arjuna, kakeknya, mewariskan kesaktian dan paras rupawan.

Nakula Sadewa, kakek-mudanya, keduanya amat paham segala ilmu pengetahuan dan tangkas berolah gerak. Bahkan dari 'abah'nya, Abimanyu, dia peroleh wahyu 'Cakraningrat'

Semenjak lahir bahkan sejak dalam kandungan dia telah peroleh segalanya . . .

❤❤❤

Jangka, 'ramalan', Jayabaya mengkhabarkan kelak di negeri ini akan muncul seorang Satria Pinandito. Ksatria berwatak pendeta.

Menurut Sri Aji Jayabaya, raja Kadiri, Satria itu akan muncul dari lereng sebelah timur Gunung Lawu, menghuni sisi timur bêngawan, sungai, berumah susun bak burung dara. Seperti halnya rumah Raden Gatutkaca.

Berperawakan seperti Kresna, kurus hitam. Berwatak prabu Baladewa. Lurus tegas dan pemberani. Tak pantas berpakaian apa saja sesuai 'derajat'-nya. Karena selalu ingin dan suka tampil sederhana . . .

❤❤❤

Tak ada yang tahu persis, kalimat2 itu punya arti harfiah atau sekedar perumpamaan. Orang Jawa selalu hidup dalam 'lambang-lambang'

Prabu Puntadewa, misal. Untuk lambangkan kesederhanaan dan kerakyatan-nya, dia digambarkan tak pakai mahkota. Hanya 'udêng', ikat kepala, dari rambutnya sendiri. Gelung Kêling . . .

Busananya pun 'ugalan'. Yang biasa dipakai rakyat kebanyakan. Kesederhanaan inilah yang tertularkan pada Prabu Parikesit. Tampil ber-mahkota memang, tapi rambut dibiarkan ter-urai. Ber-gaya dan bersifat terbuka dan santai saja . . .

❤❤❤

Parikesit menjadi raja dengan proses pelan2 merambat keatas. Meski secara bibit, bobot, bêbêt, dia telah paripurna. Wahyu pun ada dalam genggamannya . . .

Disiapkan dan dilatih oleh kakek-uwa-nya Prabu Baladewa. Hanya untuk memoles dan yakin-kan bahwa Parikesit mampu gunakan segala yang telah dia punya . . .

Ada sedikit 'kekisruhan' dalam pengakatan sebagai raja. Raden Pancawala, cucu Prabu Puntadewa merasa punya hak atas tahta Astinapura. Bikin gara2. Hasil hasutan cucu Sengkuni. Agaknya keculasan pun bisa juga menurun. Bukan kah Sengkuni sendiri tersohor bermulut penuh 'racun-bisa' dan berotak licik lebih dari serigala ?

😊😊😊

Dan jangan lupakan Aswatama. Seorang ber-Bapak pendeta, Dorna, ber-Ibu bidadari, Dewi Wilutama, mungkin saat ini masih hidup dan berkelana. Konon, jika Parikesit menurut para ahli tetua, lahir tahun 800 SM, berarti kutukan berlaku sampai tahun 2200. Kita sekarang mungkin masih bisa ketemu. Andai sekarang dia, Aswatama, ada di negeri ini . . .

Dikutuk hidup 3000 tahun. Bak 'highlander' yang tak lengkang oleh waktu. Menyebar 'bau' busuk kemana saja, sengaja atau pun tidak. Mirip 'gelandangan politik', istilah masa kini, yang suka sebarkan kalimat2 busuk kearah mana saja. Dalam diam pun dari mata dan raut muka terpancar kejahatan dan dendam.

😥😥😥

Cerita tentang Parikesit dan 'Jangka', ramalan, Jayabaya diatas mirip perwatakan dan kisah hidup Jokowi ? Aswatama yang masih hidup, teguh setia tebarkan 'bau' busuk di negeri ini ? Silakan saja sampeyan semua tafsir sendiri . . .

Yang jelas, Jokowi dengan gaya sederhana dan se-ada-nya, telah terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia untuk yang kedua kali . . .

Ndak suka dan bahkan benci bole2 saja. Tapi jaga Jempol, Mulut, dan Hati. Bedakan kritik dengan fitnah. Kritik itu ada data, fitnah cuma ber-modal 'katanya2' dan 'imajinasi' yang jahat, jorok dan goblok. Itu saja bedanya.

Hutang pemerintah naik, itu data. Jokowi larang adzan, itu fitnah. Ratusan kilometer jalan Tol dan Non-Tol terbangun, itu data. Jokowi disebut dzalim ndak ada buktinya. Seperti juga disebut sebagai 'kodok', itu jelas fitnah. Apalagi diolok sebagai 'Jokodok' . . .

Siapa yang dulu suka mengolok Presiden RI,  Jokowi sebagai Jokodok ? Eeemboh ! Jangan2 Aswatama memang ada. Tuh, ada buktinya. Suka mengembara . . .

😆😆😆

Pulogebang Permai, Jakarta Timur
Rabu Wage, 16 Oktober 2019

Note :
*) Emboh : ndak ngerti
*) Jumenengan : pelantikan
*) Bibit Bobot Bêbêt : keturunan, kualitas diri, penampilan.


#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Pak Rt

Pak Rt

Salah Satu Penggiat Sosial Media, yang selalu mengedepankan informasi benar terpercaya. sebagai wahana Dakwah dan memerangi HOAK .

Post A Comment:

0 comments: