Articles by "Hikmah"
Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

RAHASIA NABI KHIDIR AS DAN NABI ILYAS AS DI BERI UMUR PANJANG OLEH ALLAH HINGGA HARI AKHIR.

Ilustrasi 


Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Suatu hari Nabi SAW sedang duduk didalam masjid Beliau SAW, ketika itu tampak dua orang yang berpenampilan bersih dan rupa yang tampan datang menghampiri.

Mereka memberi Salaam.

Riau Bertanya:
Dari mana kalian berdua................??

Mereka menjawab:
Kami berasal dari masa yang sudah lama berlalu.

Sudah lama kami menyembah Allah dan kami telah mendengar untaian kata-kata yang lebih indah dari segala kata yang pernah ada.

Dari seluruh Kitab Allah yang ada, untaian kata-kata ini disebutkan sebagai yang terindah, dan untaian kata-kata ini hanya akan muncul di akhir zaman, didalam Kitab yang paling akhir muncul yakni Al Qur’an Karim.

Jadi kami kemudian beribadah selama seribu tahun hingga Allah bertanya kepada kami berdua karunia apa yang bisa diberikan-NYA kepada kami.

Kami memohon agar bisa mendengar untaian kata-kata indah itu, yakni surah Al-Faatihah.”

Allah tidak menjawab mereka.

Lalu mereka berdua kembali berdoa selama seribu tahun.

Baru Allah menjawab mereka.

DIA berfirman:
Surah ini hanya Ku peruntukkan bagi Kekasihku Tercinta Muhammad SAWS dan umatnya.”

Kedua lelaki itu berdoa selama seribu tahun lagi hingga Allah kembali bertanya kepada mereka karunia apa yang bisa DIA berikan kepada mereka.

Mereka menjawab:
Karena kami tak bisa dikaruniai Al-Faatihah mohon agar ijinkan kami  berdua hidup berusia panjang agar bisa menjadi bagian dari Umat Beliau SAW, menyalami Beliau SAW, dan mendengar pembacaan surah Al-Faatihah, walau hanya sekali saja. Sehingga kami kemudian wafat dalam keadaan puas/ridho.”

Kedua lelaki ini adalah
Nabi Khidir AS dan
Nabi Ilyas AS.
Mereka kemudian ber-Syahadah kepada Nabi SAW yang dengannya mereka merasa puas.

Mereka tidak lagi menjadi Nabi tapi “hanyalah” bagian dari Umat Muhammad SAW.

Mereka memohon agar Nabi SAW berkenan membacakan Al-Faatihah untuk mereka.

Beliau SAW kemudian membacakan surah Al-Faatihah untuk mereka berdua dan kemudian mereka berdua membacanya bersama Beliau SAW Lalu mereka semua bersama-sama mengucapkan:
Amiin yang artinya:
Duhai Allah, mohon terimalah doa kami.

Mereka kemudian bertanya:
Duhai Rassulullah, apa balasannya membaca Al-Faatihah............?

Rosululloh menjawab:
Jika saja Allah mengaruniaiku kehidupan hingga akhir masa, maka tidaklah cukup untuk mengatakan kepadamu semua manfaatnya, semua kebaikan yang akan kita terima karena membaca surah Al-Faatihah.”

Rosululloh meneruskan perkataannya
Aku akan mengatakan kepadamu manfaat dari mengucapkan Amiin.”

ALIF, tertulis pada Arsy Allah.

MIM, ada pada kaki dari Kursi-NYA.

YAA, ada pada Lawhul Mahfudz.

NUN, ada pada Pena (Kalam).”

Khidir as, dan Ilyas as, berkata:
Mohon ceritakan lebih banyak lagi,
kata kedua lelaki itu.

ALIF, tertulis di kening Israfil AS.

MIM, tertulis di kening Mikail AS.

YAA, tertulis di kening Jibril AS.

NUN, tertulis di kening Izrail AS.

Siapa saja yang mengucapkan: Amiin, akan mendapat manfaat dari keempat Malaikat ini”.

Mohon ceritakan lebih banyak lagi, kata mereka berdua. 

ALIF, tertulis didalam Taurat.

MIM, tertulis didalam Zabur.

YAA, tertulis didalam Injil.

NUN, tertulis didalam Qur’an.

Siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam mengucapkan: “Amiin” setelah pembacaan al-Faatihah, maka seolah-olah dia telah membaca Keempat Kitab Suci itu”.

Rosululloh bertanya:
“Kalian mau yang lebih lagi.............?”

Mereka berdua Menjawab: “Ya…”

ALIF, tertulis di kening Sayyidina Abu Bakar RA.

MIM, tertulis di kening Sayyidina Umar RA.

YAA, tertulis di kening Sayyidina  Utsman RA.

NUN, tertulis di kening Sayyidina Ali RA.

Siapa saja yang mengucapkan:
“Amiin” akan mendapat manfaat dari Keempat Sahabat ini”.

Kedua lelaki baru saja akan berdoa memohon agar Allah mencabut nyawa mereka sebagaimana yang mereka kehendaki apabila keinginan mereka sudah mereka peroleh, ketika Nabi SAW menghentikan maksud mereka.

Beliau SAW berkata:
Allah telah mengaruniai kalian usia yang panjang dan kekuatan khusus.

Umatku lemah dan mereka membutuhkan kalian.”

Kemudian Allah mengaruniai mereka usia yang panjang untuk berkhidmat kepada Umat Sayyidina Muhammad SAWS.

ILYAS AS DI DARATAN
KHIDIR AS DI LAUTAN

Dikutip dari Hajzah Anne Aminah Adil al-Haqqani, Istri dari maulana syaikh Naziem Adil al Haqqoni.

Wallahu'alam


Allohumma solli wasallim wabarik 'ala sayyidina wamaulana muhammadin



آميــــــــــــــن يـــــــــــــارب العالميــــــــــــــــــن
ditulis ulang oleh ~ Pak Rt

#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

KISAH SYECH JUNAID AL-BAGHDADI DAN PENGEMIS



Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

Suatu hari Imam Junaid al-Baghdadi duduk-duduk di Masjid asy-Syuniziyyah. Bersama penduduk Bagdad lainnya ia menunggu beberapa jenazah yang hendak mereka shalati. Di depan mata Imam Junaid, seseorang yang tampaknya ahli ibadah terlihat sedang meminta-minta. "Andai saja orang ini mau bekerja hingga terhindar dari perbuatan meminta-minta tentu lebih bagus," kata Imam Junaid dalam hati. Kondisi aneh terasa ketika Imam Junaid pulang dari masjid itu. Ia punya rutinitas shalat dan munajat sampai menangis tiap malam. Tapi, kali ini ia benar-benar sangat berat melaksanakan semua wiridnya.

Ulama yang juga biasa disapa Abul Qasim ini hanya bisa begadang sambil duduk hingga rasa kantuk menaklukannya. Dalam gelisah, Imam Junaid pun terlelap. Tiba-tiba saja orang fakir yang ia jumpai di Masjid asy-Syuniziyyah itu hadir dalam mimpinya. Anehnya, si pengemis digotong para penduduk Bagdad lalu menaruhnya di atas meja makan yang panjang. Orang-orang berkata kepada Imam Junaid, "Makanlah daging orang fakir ini. Sungguh kau telah mengumpatnya." Imam Junaid terperangah. Ia merasa tidak pernah mengumpat pengemis itu.

Sampai akhirnya ia sadar bahwa ia pernah menggunjingnya dalam hati soal etos kerja. Dalam mimpi itu Imam Junaid didesak untuk meminta maaf atas perbuatannya tersebut. Sejak saat itu Imam Junaid berusaha keras mencari si fakir ke semua penjuru. Berulang kali ia gagal menjumpainya, hingga suatu ketika Imam Junaid melihatnya sedang memunguti dedaunan  di atas sungai untuk dimakan.

Dedaunan itu adalah sisa sayuran yang jatuh saat dicuci. Segera Imam Junaid menyapanya dan tanpa disangka keluar ungkapan balasan, "Apakah kau akan mengulanginya lagi wahai Abul Qasim?" "Tidak." "Semoga Allah mengampuni diriku dan dirimu."

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Junaid sendiri sebagaimana terekam dalam Raudlatur Rayâhîn karya 'Abdul As'ad al-Yafi'i.
ditulis ulang oleh ~
sumber
#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

SOAL KHAWARIJ, IKUTILAH SAYYIDINA ALI

*Ayik Heriansyah*




Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

Huru hara di kota Madinah akibat gelombang unjuk rasa kaum Khawarij yang datang dari Bashrah, Kufah dan Mesir bukan aksi people power yang terjadi secara spontan. Aksi ini terstruktur, sistematis dan massif (TSM) tercium oleh Ali bin Abi Thalib tatkala ia melihat para demonstran tadinya akan kembali kota masing-masing setelah dialog dan berdamai dengan Khalifah Utsman, ternyata mereka putar balik ke Madinah secara serentak dalam waktu singkat.

Kembalinya para demonstran ini dipicu oleh surat hoaks atas nama dan stempel Khalifah Utsman yang isinya perintah kepada Gubernur Mesir agar mengeksekusi para demonstran setiba mereka di sana. Sekali lagi surat ini hoaks yang dibawa kurir yang sengaja melewati rombongan demontran. Tanpa ada yang mengorganisir tidak mungkin rombongan dari tiga kota berbeda arah bisa berkumpul kembali dalam waktu singkat ke Madinah. Begitu tangkapan pikiran Sayyidina Ali. Dia yakin ada aktor intelektual di balik aksi ini.

Al-Akhnaf bin Qais berkata: “Aku bertemu Thalhah dan az-Zubair setelah terjadi pengepungan terhadap Utsman, lantas bertanya: ‘Apa yang kalian berdua perintahkan kepadaku? Karena, aku telah melihat Utsman telah terbunuh.’ Mereka berdua menjawab: ‘Ikutilah Ali.’ Aku kemudian bertemu dengan ‘Aisyah di Makkah setelah terjadi pembunuhan terhadap Utsman, lalu bertanya: ‘Apa yang engkau perintahkan?’ Dia menjawab: ‘Ikutilah Ali.’ (Fathul Bari XIII/38).

‘Auf bin Abu Jamilah bercerita: “Aku tengah bersama Hasan al-Basri yang sedang berada di Madinah, ketika terjadi peristiwa pembunuhan Utsman. Orang-orang kemudian menyebut beberapa orang Sahabat Nabi saw. Ibnu Jausyan al-Ghathafanin berkata: ‘Wahai Abu Sa’id (Hasan al-Basri), orang-orang menganggap cacat Abu Musa al-Asy’ari karena dia mengikuti Ali. Mendengar itu Hasan al-Basri naik pitam, hingga kemarahan terlihat pada wajahnya. Ia lantas berkata: ‘Kalau bukan mengikuti Ali, siapa yang pantas untuk diikuti? Amirul Mu’minin Utsman telah terbunuh secara zhalim, kemudian orang-orang memilih yang terbaik di antara mereka, lalu membai’atnya. Kalau begitu, siapakah yang pantas dijadikan pemimpin? Sampai-sampai dia mengulanginya hingga beberapa kali.” (HR. Ahmad dalam Fadhilatush Shahabah, II/576 hadits no. 976).

Sayyidina Ali menjadi teladan dalam menghadapi pemberontak. Katanya: “Bagaimana pendapat kalian seandainya aku tidak berperang bersama kaum muslimin menghadapi pemberontak (Khawarij), siapakah yang akan memberikan contoh ini kepada kaum muslimin terkait orang-orang yang memberontak?” (Mushannaf Abdurrazaq, 10/124). Para ulama di kemudian hari meng-istinbath hukum seputar pemberontak dari Ali bin Abi Thalib. mereka mengatakan: “Seandainya tidak ada perperangan antara Ali dengan orang-orang yang menentangnya (Khawarij), niscaya tidak ketahui sunnah dalam memerangi sesame pemeluk agama Islam.” (At-Tamhid, Al-Baqillani, hal. 229. Tahqiqu Mawaqifish Shahabah 2/295).

Setelah menjadi Khalifah, Sayyina Ali sadar di tengah-tengah barisannya ada orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman. Dia paham kaum Khawarij ingin mengaburkan jejak dengan melebur di pihaknya. Dikarenakan situasi politik di kota Madinah masih panas, Khalifah Ali belum menindak mereka. Menunggu keadaan tenang dulu. Begini ijtihad politik yang diambilnya. Sebagian sahabat gagal paham tentang sikap Sayyina Ali ini. Berujung kepada terjadi insiden perang Jamal dan Shiffin.

Khalifah Ali sama sekali tidak menghendaki terjadinya perang saudara tersebut. Perang Jamal antara Khalifah Ali melawan ‘Aisyah, Thalhah dan Zubair beserta pendukungnya terjadi akibat manuver dan provokasi kaum Khawarij yang menyusup di barisan Sayyidina Ali dan ‘Aisyah. Padahal sudah ada kata sepakat kedua belah pihak untuk berdamai. Ketika malam tiba, kaum Khawarij yang ada di barisan ‘Aisyah dan Sayyidina Ali saling serang. Keadaan kacau. Tak ayal kedua belah pihak kemudian saling serang.

Di perang Shiffin, kaum Khawarij masuk di menjadi tentara Khalifah Ali. Di barisan Mu’awiyah bersih dari orang-orang Khawarij. Perang meletus. Khalifah Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Merasa bakal kalah, Muawiyah dibantu Amru bin ‘Ash membuat manuver mengajak damai dengan mengacungkan al-Qur’an. Khalifah Ali menganggap itu hanya manuver dari pihak yang kalah. Dia menolak berdamai. Akan tetapi kaum Khawarij menuntut Khalifah Ali agar menerimanya. Mereka terus menuntut. Akhirnya Khalifah Ali setuju untuk mengadakan tahkim (arbitrase) dengan Muawiyah. Anehnya kaum Khawarij justru menolak. Kemudian mereka keluar dari barisan Ali lalu menunjuk pemimpin mereka sendiri.

Mereka terus melakukan provokasi, menyebarkan isu-isu negatif tentang Ali. Meskipun demikian Khalifah Ali tetap menganggap mereka sebagai kaum muslim.. Kaum pemberontak tetap diakui keislamannya. Oleh sebab itu Sayyidina Ali menjamin   tidak melarang mereka untuk shalat di masjid, tidak menghalangi mereka untuk mengambil harta rampasan perang, selama kalian ikut berjihad bersama Ali, dan kami tidak akan memerangi mereka, hingga mereka memerangi Ali (Tarikh al-Umam wa al-Muluk, at-Thabari, 3/114).

Mereka memberontak karena ada syubhat-syubhat dalam pemikiran mereka. Oleh karena itu langkah pertama sebelum diperangi adalah mengembalikan pemahaman mereka kepada pemahaman Islam yang benar dengan nasihat, dialog dan debat. Ali bin Abi Thalib mengutus Ibnu Abbas untuk berdebat dengan kaum Khawarij. Ibnu Abbas berdebat tentang isi al-Qur’an selama tiga hari. Akhirnya 4.000 orang dari mereka kembali ke pemahaman yang benar dan bertaubat. Mereka mengakui ke-Khalifah-an Ali. (al-Mustadrak al Hakim, II/150). Selanjutnya Ali mengirim juru runding lainnya kepada mereka yang masih belum sadar. Sayyidina Ali baru memerangi kaum pemberotak setelah pemberontak memulai serangan dengan membunuh Abdullah bin Khabbab dan istrinya yang sedang hamil. Otomatis 3 hal yang dijamin Ali kepada mereka batal. Mereka tidak berhak lagi shalat di masjid-masjid sampai mereka menghentikan peperangan.

Peperangan terhadap kaum pemberontak (bughat) Khawarij berbeda dengan peperangan melawan orang kafir. Kaum pemberontak diperangi untuk mencegah mudharat yang ditimbulkan oleh gerakan mereka. Karena tujuannya ingin mengembalikan kaum Khawarij ke jalan yang benar. Perang terhadap mereka bukan perang untuk membinasakan melainkan perang untuk mendidik. Sepanjang peperangan Khalifah Ali tidak putus asa menasehati, berdialog dan berdebat dengan mereka.

Jika pada diri Khalifah Ali melekat dua fungsi sekaligus yaitu fungsi menindak dan mendidik kaum pemberontak, maka fungsi itu juga ada pada pemerintah sekarang. Pemerintah bisa menindak kaum pemberontak secara fisik dan militer dengan langkah-langkah penegakan hukum sambil terus menerus melakukan langkah-langkah penyadaran bekerjasama dengan ulama, ormas dan lembaga-lembaga Islam. Peran ulama dalam mengembalikan kaum pemberontak Khawarij zaman kini seperti HTI dan ISIS, dengan nasihat, dialog dan debat ilmiah dilakukan secara pararel dengan tindakan penegakan hukum oleh pemerintah. Beginilah yang dicontoh oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Bandung, 20 Mei 2019

*Ketua LTN NU Kota Bandung, Pengurus LD PWNU Jawa Barat.
ditulis ulang oleh ~ pak Rt
#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

Masihkah Kalian Memimpikan Khilafah buatan Manusia
''TRAGEDI BERDARAH DI PUSARAN SEJARAH'




Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

Kisah lelaki yang terbunuh tragis pada 10 Muharram

Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya. Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati:

قال:
أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار
ذو الجناحين عمى! [او لم يبلغكم قول مستفيض فيكم: إن رسول الله ص قال لي ولأخي: هذان سيدا شباب أهل الجنة!] فإن صدقتموني بما أقول- وهو الحق- فو الله ما تعمدت كذبا مذ علمت أن الله يمقت عليه أهله، ويضر به من اختلقه، وإن كذبتموني فإن فيكم من إن سألتموه عن ذلك أخبركم، سلوا جابر بن عبد الله الأنصاري، أو أبا سعيد الخدري، أو سهل بن سعد الساعدي، أو زيد بن أرقم، أو أنس بن مالك، يخبروكم أنهم سمعوا هذه المقاله من رسول الله ص لي ولأخي.
أفما في هذا حاجز لكم عن سفك دمي!

“Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku.

“Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu?

“Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku?

“Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku: “keduanya adalah pemuka dari pemuda ahli surga”?

“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku, maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku.

“Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?”

Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari (5/425) dan Al-Bidayah wan Nihayah (8/193).

Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang bernama Husein bin Ali  itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi Saw. Apa masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat?

Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah bercerita bagaimana Sayidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram (asyura).

Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup sambil memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. Shamir bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk minum.

Ibn Katsir menulis: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah, 8/204).

Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata: “Demi Allah! sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini.”

Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari itu. Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencata 4 ribu pasukan yang mengepung Husein, dibawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash.

Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning. Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan.

Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat itu masih hidup (Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein terbunuh tahun 61 H).

Salma bertanya: “Mengapa engkau menangis?”

Ummu Salamah menjawab: “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya ‘mengapa engkau wahai Rasul?’

Rasulullah menjawab: “saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.’”

Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa Khilafah dulu. Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi Khalifah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayidina Husein kelak masih berharap mendapat Syafaat datuknya Rasulullah di padang mahsyar?

Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua.

Al-Fatihah....


ditulis oleh ~Nadirsyah Hosen

#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

RENUNGAN ATAS WAFATNYA KH. MAIMUN ZUBAIR



Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

انا لله وان اليه راجعون

Dalam Kitab Tanqih Al-Qaul Imam Al-Hafizh Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi menuliskan dalam kitabnya sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sbb:

وقال عليه الصلاة والسلام: {مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ} قالها ثلاث مرات

”Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik, munafik, munafik. Sampai 3x Nabi mengatakan Munafik.

Menagislah karena meninggalnya seorang ulama adalah sebuah perkara yang besar di sisi Allah. Sebuah perkara yang akan mendatangkan konsekuensi bagi kita yang ditinggalkan jika kita ternyata bukan orang-orang yang senantisa mendengar petuah mereka. Menangislah jika kita ternyata selama ini belum ada rasa cinta di hati kita kepada para ulama.

عن ابن عباس ، في قوله تعالى : أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا سورة الرعد آية 41 قال : موت علمائها . وللبيهقي من حديث معروف بن خربوذ ، عن أبي جعفر ، أنه قال : موت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا .
Dari Ibnu Abbas ra. tentang firman Allah, “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41). Beliau mengatakan tentang (مِنْ أَطْرَافِهَا = dari tepi-tepinya) adalah wafatnya para ulama. Dan menurut Imam Baihaqi dari hadits Ma’ruf bin Kharbudz dari Abu Ja’far ra berkata, “Kematian ulama lebih dicintai iblis daripada kematian 70 orang ahli Ibadah.”

Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah yang berbunyi:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya?.” (Al-Ra’d: 41).

Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya).Sedangkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama (Tafsir Ibnu Katsir 4/472)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah bersabda:

مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

Artinya: “Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’)

Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَذْهَبَ ” ، قَالُوا : وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ، قَالَ:إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ أَنْ يَذْهَبَ حَمَلَتُهُ

Artinya: “Ambillah (Pelajarilah) ilmu sebelum ilmu pergi! Sahabat bertanya: Wahai Nabiyullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi (hilang)?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama)” (HR Ad-Darimi, At-Thabrani No 7831 dari Abu Umamah).

Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadits sahih.

إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ، ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambanya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan” (HR al-Bukhari No 100)

Semoga dg wafatnya KH. Maimun Zubair, kita semua berdoa dan berharap akan ada yang meneruskan perjuangannya. Aamiin

Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib:

إذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها الا خلف منه

Artinya: “Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya” (Ihya Ulumiddin I/15).

Wallahu a’lam bis-Shawab

Terkhusus kepada beliau KH. MAIMUN ZUBAIR ALFAATIHAH....
ditulis ulang oleh ~ Pak Rt
sumber
( Diulas oleh Kyaiku.com)

#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
Blog ini mengenai syiar ISLAM ala NUSANTARA, yang menjunjung adab ketimuran, sekaligus sebagai gambaran kecintaan terhadap kyai, habaib, dan NKRI

Pengertian dan Macam Makna Hikmah Menurut Islam


Assalamu'alaikum wahai para sahabat~
Pada kesempatan ini kami akan mencoba membahas tentang pengertian hikmah dan beberapa macam makna hikmah menurut pandangan islam dengan secara singkat dan jelas. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasan berikut ini dengan seksama.

Pengertian Hikmah

Hikmah menurut bahasa Arab asal kata hikmah mempunyai beberapa arti (lafazh musytarak). Dalam Lisan al-Arab, Ibnu Manzhur menyebut hikmah itu al-qadha, artinya memutuskan. Sedang di al-Mu’jam al-Wasith, hikmah berasal dari kata hakama, bermakna melarang atau menghalangi (mana’a). Hukum itu dikatakan tegak jika menghalangi seseorang berbuat kezhaliman.

Selanjutnya, hikmah juga bermaksud adil dalam memutuskan sesuatu. Hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya (Mu’jam Taj al-Arus).

Dalam Mafhum al-Hikmah fi al-Da’wah, Dr. Shaleh ibn Abdullah ibnu Humaid menjelaskan, kata al-hikmah berasal dari kata al-hakamah. Yaitu tali kekang binatang yang dengannya orang bisa mengendalikan hewannya sesuai dengan keinginannya. Diharapkan dengan hikmah, orang itu bisa terkendali dari akhlak-akhlak yang tidak terpuji.

Makna Hikmah Dalam Al-Qur’an
Kata hikmah juga didapati dalam QS. Al-Baqarah Ayat 231

وَمَا أَنزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُم بِهِ

Artinya : “Dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu.”

Hikmah di sini bermakna nasihat, seperti dikatakan ar-Razi mengutip pendapat al-Muqatil. (Tafsir Mafatih al-Ghaib).

Hikmah juga bermakna pemahaman. Seperti ditunjukkan dalam ayat:

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيّاً

Artinya : “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak,” (QS. Maryam Ayat 12).

Ibnu Katsir menerangkan bahwa Kami memberikan kepada Yahya pemahaman, ilmu, kesungguhan memenuhi panggilan kebaikan dan konsisten atasnya (Tafsir al-Qur’an al-Azhim).

Makna hikmah selanjutnya adalah pengetahuan. Allah berfirman:Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmah (ilmu dan pemahaman) serta kenabian.” (QS. Al-An’am Ayat 89).

Prof. Wahbah az-Zuhaili mengatakan, al-hukma dalam ayat tersebut berarti ilmu yang bermanfaat dan pemahaman terhadap agama. (Tafsir al-Munir).

Hikmah juga bisa bermaksud kenabian (nubuwah).

فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُم مُّلْكاً عَظِيماً

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (QS. An-Nisa Ayat 54).

Mufassir Abdurrahman as-Sa’di menerangkan bahwa Allah memberikan nikmat kenabian dan kitab kepada Ibrahim dan keturunannya. (Tafsir Karim ar-Rahman fi Kalam al-Mannan).

Dalam Tesis berjudul “Konsep Pendidikan Hikmah dalam al-Qur’an, UIKA Bogor 2016” Abd. Hafidh menyebut setidaknya ada 11 makna hikmah yang beririsan dalam al-Qur’an.


  1. Kenabian dan kerasulan (an-nubuwah wa ar-risâlah),
  2. Tafsir (takwil) al-Qur’an (tafsir al-Qur’an wa ta’wiluhu),
  3. Memahami rahasia dan detail-detail syariat Islam (al-ilm wa fahm ad-daqa’iq wa al-fiqh fi ad-din),
  4. Mengetahui kebenaran dan mengamalkannya (ma’rifatu al-haq wa al-amalu bihi),
  5. Amal shalih (al-amal al-shalih),
  6. Menghalangi kezhaliman (man’u azh-zhulm),
  7. Nasihat dan peringatan (al-wa’zhu wa at-tazkir),
  8. Ayat-ayat al-Qur’an, perintah-perintah dan larangan-larangannya (ayat al-Qur’an wa awamiruhu wa nawahihi),
  9. Kemampuan akal memahami hukum-hukum syari’ah (hujjatu al-aql ala wifqi ahkam al-syari’ah),
  10. Meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya (wadh’u asy-syai’ fi maudhi’ihi),
  11. Mengerjakan apa yang semestinya dikerjakan, di saat dan momen yang tepat.


Demikian ulasan singkat tentang Pengertian Dan Macam Makna Hikmah Menurut Islam. Semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih.

ditulis ulang oleh ~ Pak Rt
sumber dutadakwah
#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara