IMAM MENGERASKAN DZIKIR SETELAH SHALAT, BID'AH KAH??

Oleh: Ansa At-Tanaranji 





Assalamu'alaikum wahai para sahabat~

Mungkin diantara kita sering saat jamaah di Masjid, Imam mengajak jamaah untuk dzikir bersama. Sampai menjadi perdebatan bagaimana hukum sebenarnya. Sebelumnya,  dalam memutuskan sebuah hukum kita tidak bisa bersandar hanya dengan satu atau dua hadist saja. Tetapi kita bisa merujuk dulu dengan pendapat ulama', terutama mana yang dibahas di kitab-kitab kuning yang biasa oleh para Santri menjadi sumber Ngaji nyari ilmu di pondok pesantren.

Berdasarkan riwayat Imam Tirmidzi, dalam kitab Kasyifah

  وسئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الدعاء أسمع أي أقرب إلى الإجابة قال جوف الليل ودبر الصلوات المكتوبات رواه الترمذي

 “Rasulullah SAW ketika ditanya perihal doa yang paling didengar, yaitu doa yang paling dekat dengan ijabah menjawab, ‘(doa) Di tengah malam dan setelah shalat lima waktu,’ HR At-Tirmidzi,” (Kitab Kasyifatus Saja,,  Imam Nawawi Al Bantani)

ويكون كل منهما سرا لكن يجهر بهما إمام يريد تعليم مأمومين  فإن تعلموا  أسر قال ذلك شيخ الإسلام في فتح الوهاب

  “Doa dibaca perlahan (sirr) pada keduanya (tengah malam atau setelah shalat wajib), tetapi dibaca lantang (jahar) oleh imam yang ingin ‘mengajarkan’ para makmum. Kalau mereka ‘mempelajarinya’, maka doa dibaca perlahan (sirr). Demikian pandangan Syekhul Islam Abu Zakaria Al-Anshori dalam Fathul Wahhab,”

Disitu Imam Nawawi memberi alasan untuk mengeraskan suara dzikir bersama setelah shalat Jamaah di Masjid juga untuk mengajarkan yang belum terbiasa berdzikir (karena tidak hafal) agar bisa menjadi hafal, dzikir yang dibaca bersama berulang-ulang lama-lama akan terbiasa dan sampai hafal agar bisa dilakukan masing-masing diri saat sendirian.

Rasulullah saw pun sering mengajak jamaah untuk dzikir bersama, ketika ditanya oleh sahabat kenapa beliau begitu, Rasulullah menjawab

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم

 “Dari Abi Hurairah RA dan Abi Said Al-Khudri RA bahwa keduanya telah menyaksikan Nabi SAW bersabda, ‘Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan turun di hati mereka, dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya,” (HR Muslim). Dan ini shaheh pada kitab Saheh Muslim.

"Loh Kang, tapikan di zaman Rasulullah SAW  saat shalat wajib jamaah beliau ndak dzikiran bareng sahabatnya?? "

Kata siapa??

Ibnu Abbas pernah berkata dalam sebuah riwayat yang shaheh,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ، كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم “

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi saw” (H.R. Bukhari-Muslim)

Tapi kerasnya jangan terlalu keras,  agar tidak mengganggu shalat orang-orang yang baru datang untuk shalat atau para Makmum Masbuq (Jamaahnya telat)

ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا (رواه البخاري “

"Ringankanlan atas diri kalian (jangan mengerasakan suara secara berlebihan) karena susunggunya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, akan tetapi kalian berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat” (H.R. Bukhari)

Kedua hadist itu tidak bertentangan. Jadi kesalahan fatal kalau ada yang bilang dzikir Jahr berjamaah setelah shalat itu BID'AH sesat, bagaimana bisa kita menentang orang berdzikir mengingat Allah bersama-sama?? Tapi biasa saja melihat abis jamaah selesai langsung tiduran di Masjid mainan Hape hehe..

Sebagai penutup,  ada sebuah pendapat lagi yang dikemukakan oleh Imam Nawawi Al Bantani ini,  tertulis dalam kitab Ruhul Bayan,

وَقَدْ جَمَعَ النَّوَوِيُّ بَيْنَ الْأَحَادِيثِ الوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الجَهْرِ بِالذِّكْرِ وَالوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الإِسْرَارِ بِهِ بِأَنَّ الْإِخْفَاءَ أَفْضَلُ حَيْثُ خَافَ الرِّيَاءَ أَوْ تَأَذَّى المُصَلُّونَ أَوْ النَّائِمُونَ وَالْجَهْرُ أَفْضَلُ فِى غَيْرِ ذَلِكَ لِأَنَّ الْعَمَلَ فِيهِ أَكْثَرُ وَلِأَنَ فَائِدَتَهُ تَتَعَدَّى إِلَى السَّامِعِينَ وَلِأَنَّهُ يُوقِظُ قَلْبَ الذَّاكِرِ وَيَجْمَعُ هَمَّهُ إِلَى الفِكْرِ وَيَصْرِفُ سَمْعَهُ إِلَيْهِ وَيَطْرِدُ النَّوْمَ وَيَزِيدَ فِى النَّشَاطِ (أبو الفداء إسماعيل حقي، روح البيان، بيروت-دار الفكر، ج، 3، ص. 306

“Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab) mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang menganjurkan memelankan suara dalam berdzikir; bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih utama sekiranya dapat menutupi riya dan mengganggu orang yang shalat atau orang yang sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua kondisi tersebut karena: pebuatan yang dilakukan lebih banyak, faidah dari berdzikir dengan suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada pendengarnya, bisa mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan perenungan terhadap dzikir tersebut, mengarahkan pendenganrannya kepada dzikir terebut, menghilankan kantuk dan menambah semangatnya”.

Demikian semoga bermanfaat.  Wallahu a'lam Bisshowwab wal khoto'

ditulis oleh Ansa At-Tanaranji

#Islam
#BeritaIslami
#Sunnah
#Qur'anHadist
#Tuntunan
#Islamnusantara
#PIN
#BelaIslam
#Aqidah
#ASWAJA
#pejuangislamnusantara
#Ngawiji_Isyarahrindu
#Hukum
Pak Rt

Pak Rt

Salah Satu Penggiat Sosial Media, yang selalu mengedepankan informasi benar terpercaya. sebagai wahana Dakwah dan memerangi HOAK .

Post A Comment:

0 comments: