Assalamu'alaikum wahai para sahabat~
Jakarta, NU Online
Sekjen Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) M. Najih Arromadloni menyatakan, hal yang paling fundamental agar Indonesia tidak jatuh ke dalam kondisi (hancur, luluh lantak, krisis multidimensi) seperti Suriah adalah dengan tidak mempolitisasi agama.
Ia menyatakan demikian saat melihat adanya beberapa kelompok yang gemar menggunakan mimbar masjid untuk hujatan politik. Menurutnya segala usaha ‘melacurkan’ agama untuk kepentingan politik harus ditolak.
Dia tidak menampik, bahasa dan simbol agama memang efektif untuk mengelabui masyarakat, seperti akhir-akhir ini ramai klaim ‘bendera tauhid’ atau ‘bendera Rasul’. Padahal menurut Najih yang juga dosen ilmu hadis ini, tidak ada teks Al-Qur’an maupun hadits yang mendukung klaim tersebut.
“Dengan kata lain klaim tersebut (bendera tauhid, bendera Rasul) adalah propaganda palsu. Karena tauhid adalah untuk diinternalisasi dalam hati dan diejawantahkan dalam perilaku akhlak yang luhur, bukan untuk mainan bendera,” ujar Najih kepada NU Online, Jumat (2/11).
Hal kedua menurut penulis buku Bid’ah Ideologi ISIS ini, adalah dengan senantiasa menjaga kedamaian dan ketertiban umum, termasuk tidak membuat kegaduhan dengan langganan melakukan aksi massa yang bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
Pengalaman di Suriah, tuturnnya, membuktikan bahwa kondisi instabilitas akan mengundang pihak luar untuk masuk menginfiltrasi, menyusup dan menunggangi.
“Ketika ‘api’ kekacauan sudah membesar, maka akan sulit dipadamkan, sebagaimana Suriah yang delapan tahun hidup dalam kepahitan, tak kuasa lagi mengembalikan kondisi semula,” jelas alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus ini.
Pesan lain yang ia sampaikan ialah agar berpegang teguh pada ulama-ulama yang perilakunya adalah cerminan akhlak Nabi. Ia mencontohkan seperti KH Maimoen Zubair, KH Ahmad Mustofa Bisri, Buya Syafi’i Maarif, Habib Quraish Shihab, dan seterusnya.
“Mereka adalah pelita-pelita umat yang mampu menuntun perjalanan bangsa ini ke arah yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur,” ucap Najih.
Mengenai fenomena munculnye pemeran agamawan, yang mendadak ustadz, ia menyatakan perlu diuji dulu, apakah perilakunya sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak. Ustadz tukang caci dan mengaku paling benar, tentu bukan panutan. “Cari tahu, dimana dia belajar? Kepada siapa? Belajar apa?” jelasnya.
Terakhir, ia menyampaikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah ‘sajadah’ kita, yang merupakan warisan para ulama. Karena itu, sudah penuh nilai-nilai keislaman.
“Merupakan kewajiban kita untuk menjaga, melestarikan, dan mewujudkan kemakmurannya. Tanpa negara tidak mungkin kita beragama. Karena itu, menjaga negara adalah bagian pokok dari menjaga agama,” tandas Najih.
Tidak ingin Indonesia yang damai menjelma menjadi negara terpuruk seperti Suriah, Alsyami menggelar seminar kebangsaan bertajuk Jangan Suriahkan Indonesia..! pada Kamis (1/11) malam di Jakarta Selatan.
Kegiatan ini menghadirkan Syekh Adnan al-Afyouni (Mufti Damaskus, Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah), Djoko Harijanto (Dubes RI untuk Suriah), Ziyad Zahruddin (Dubes Suriah untuk Indonesia), Ahmad Fathir Hambali (Ketua Alsyami), Ahsin Mahrus (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Damaskus), dan Ainur Rofiq (mantan petinggi HTI).
Seminar tersebut merupakan bagian dari kampanye dakwah Alsyami menolak segala upaya yang bisa menjadikan Indonesia luluh lantak seperti Suriah. Seminar ini disambut antusias oleh masyarakat Indonesia, baik yang datang langsung ke lokasi seminar, maupun menyimak secara live streaming. Sampai dengan dini hari tadi, tagar #JanganSuriahkanIndonesia menjadi top trending topic di Twitter. (Fathoni)
ditulis ulang oleh Pak Rt
sumber http://www.nu.or.id/post/read/98410/inilah-upaya-agar-indonesia-tak-hancur-seperti-suriah
Post A Comment:
0 comments:
Posting Komentar